Dunia digital sudah tidak sehat

Aku memang benar-benar mengamati perkembangan dunia internet, kira-kira tahun 2011. Saat itu internet masih sangat terbatas, namun aku mengenal internet pertama kali lewa ponsel jadul yang masih menggunakan teknologi GPRS. Inget banget FORLAND F318, salah satu ponsel yang membawaku ke pengetahuan baru tentang dimensi lain dari kehidupan.
Waktu itu load halaman website butuh waktu sekitar 2-3 menit per halaman, terkadang bisa lebih lama. Namun seiring waktu, load halaman jadi lebih cepat, terutama ketika era ponsel tersebut di perbaruhi. Jangan salah, meskipun masih jaman Java tapi hosting video seperti VUCLIP cukup populer di kalangan downloader.
Meskipun kita mempunyai batasan kecepatan internet, video dengan ukuran 2MB-5MB dan maksimal 10MB masih bisa di unduh dari video hosting vuclip. Itu trending banget sebagai video hosting, vuclip sendiri mengambil source video dari berbagai sumber termasuk uploader, atau feeds Youtube.
Seiring waktu lahirlah era android, dan di sinilah sisi negatif lain mulai berdatangan. Namun sisi positif nya dulu nggak terlalu massive kecuali Twitter, memang itu surganya bagi para pemburu dan penyebar konten pornografi. Seiring waktu perkembangan internet dan jaringan berkecepatan tinggi telah membawa kita ke satu dimensi lain.
Pornografi menyebar dan merjalalela di ruang digital, hampir setiap waktu kita bersentuhan dengan konten yang bernuansa seksual ini. Bahkan sudah jadi di normalisasikan, internet mengubah persepsi dan pandangan publik mengenai seksual bukan lagi hal tabu. Tapi sudah menjadi konsumsi sehari-hari.
Apalagi algoritma sosmed sekarang tidak lagi memfilter berdasarkan siapa yang kamu ikuti, akan tetapi terus merekomendasikan konten mana yang mempunyai jumlah interaksi tinggi. Di indonesia warga punya kecenderungan ber-interaksi pada konten yang salah, seperti pornografi, Hoax, clickbait, penghasutan, dan ujaran kebencian.
Tak heran konten tersebut selalu ramai, bahkan web media nasional juga ikutan membuat artikel klik biat demi mendapatkan enggagement dan traffik yang tinggi. Di tengah situasi sekarang, sulit mencari lapangan kerja, dan jumlah pengguna internet di indonesia justru tumbuh pesat saat ini mencapai 221 juta jiwa sekitar 79% dari total populasi 281 juta jiwa.
Dengan jumlah pengguna yang sebanyak itu, tak heran kalau sekarang kita sering banget melihat halaman, atau bahkan grup komunitas dengan jumlah pengikut mencapai jutaan orang. Halaman ini juga memperoleh penghasilan dari bagi hasil iklan platform sosial media. Mereka semua adalah bagian dari orang-orang yang memanfaatkan sosmed untuk keuntungan pribadi.
Tidak peduli mengenai konten apa yang mereka bahas, yang penting menghasilkan uang. Menurut kami 80% konten yang berada di platform meta adalahh re-upload semua, bahkan gambar, video, teks itu di salin dari sumber lain lalu di posting ulang.
Era lain yang menjadi sisi negatif adalah konten exploitasi seksual, ini sulit di sentuh oleh Komdigi apalagi algoritma pendeteksian meta. Memang facebook, WhatsApp sering menjadi tempat utama bagi penyebaran konten pornografi bahkan exploitasi anak, tapi hosting file nya bukan berada di platform tersebut.
Melainkan di hosting di platfom pihak ketiga, Beberapa platform populer seperti Terabox, Telegram, Twitter, DoodStream, Hugebox, Videy, menjadi dalang utama di balik hal itu. Pemerintah tidak pernah memblokir platfom besar ini, mereka selalu berganti domain dengan domain lain. Dan berusaha mengelabuhi laporan dengan menghilangkan URL yang telah di laporkan tanpa menghapus akun yang melanggar.
Dampaknya cukup siginifikan, hampir semua anak jaman sekarang sudah terkontaminasi pornografi. Budaya pacaran bukan lagi kegiatan yang sehat, jika anak pacaran berarti sudah ada hubungan seksual di dalamnya. Dari mana mereka tahu? Dari internet, dulu saya masih ingat bahkan ketika ber-umur 14 tahun saya masih begitu polos, bahkan nggak tahu apa itu hubungan seksual.
Tapi anak jaman sekarang, baru umur 10 tahun udah paham apa itu hubungan seksual. Anak bukan hanya menjadi menyimpang, tapi mereka juga menjadi korban dari kegiatan menyimpang yaitu kaum pedofilia. Pedofil merupakan sebuah ungkapan/penyebutan bagi orang yang mempunyai orientasi seksual menyimpang yaitu tertarik pada anak kecil.
Kami sendiri pernah menjadi pengawas untuk menjaga dunia digital agar tetap aman. Setiap hari kami melaporkan konten yang melanggar, terindikasi mengandung materi seksual, exploitasi anak, ke halaman aduankonten.id yang di buat oleh Komdigi.
Tapi sekali lagi, berbulan-bulan laporan kami di gantung. Konten yang di laporkan segera mencapai 100 ribu jangkauan bahkan lebih belum pernah komdigi memblokir atau menghapus konten tersebut. Namun ada orang baik yang membantu kami yaitu platform video hosting terkait, laporan kami di tanggapi dengan cepat bahkan dalam waktu paling cepat 24 jam.
Pemerintah sepertinya tidak becus memerangi konten negatif di sosmed, sampai-sampai konten ini telah mengubah nilai moral dan budaya indonesia. Dulu seksual itu tabu, tapi sekarang malah jadi konsumsi sehari-hari. Setiap hari ada ribuan orang menghabiskan puluhan ribu jam waktu hanya untuk menonton konten pornografi.
Mereka yang sudah terlanjur kecanduan sulit melepaskan diri dari efek domino yang timbul. Phisikologis mereka terganggu, pola fikirnya jadi lebih rendah. Buktinya, bila mana ada konten yang tanpa secara explisit mengarah ke seksual pasti isi komentar nya negatif semua.
Ya Allah, apaka ini era kiamat sudah dekat? Kami sama sekali tidak bisa mengetahu mau di bawa kemana dunia sekarang. Tak ada orang yang khawatir, dunia digital kini sangat ramai. Orang menghabiskann sebagian besar waktu mereka hanya untuk melihat ruang digital, mulai dari tuntutan kerja, hiburan, atau hanya sekedar hobi.
Kegiatan seperti jalan-jalan, nongkrong, atau ngopi sudah sangat jarang. Saya di sini sangat jarang melihat anak-anak bermain seperti sejak dulu. Kebiasaan tersebut tampaknya sudah mulai pudar, budaya kita sepertinya bergeser pada kebiasaan baru. Inilah dunia, sungguh ironi.